Sumber foto : https://endtheillusion.files.wordpress.com/2012/06/newworldordersm.png
Chapter
3 : Radikalisme Setan
Aku
hidup di zaman yang semuanya tentang
uang, pembelaan tentang hak asasi, dan saling mebenarkan ajaran yang
dianggap paling benar. Semuanya karena uang? mengapa? yang aku lihat, mulai
dari lahir manusia sudah diajarkan bagaimana hidup yang sejahtera dan
membanggakan kedua orangtuanya, dengan disekolahkan hingga kejenjang yang lebih
tinggi sehingga mampu mencari uang untuk kesejahteraan. Pendidikan yang tinggi
mampu membuat pola pikir manusia berubah, dahulu pendidikan bertujuan untuk
mencari ilmu kehidupan, semua terfokus untuk lompatan ilmu yang lebih baru
lagi, misalnya dulu para filsuf-filsuf yunani, mereka mencari ilmu agar dapat
pemikiran pemikiran baru yang lebih baik. Sangat berbeda dengan penddidkan yang
ada di desaku, mereka menyekolahkan anak-anak mereka agar dapat uang yang
banyak, para orang tua juga mendoktrin dengan kalimat-kalimat tertuju pada uang,
“jika kamu tidak sekolah nanti besarnya mau jadi apa ? mau makan apa kalau
tidak ada duitnya ? “. Doktrin-doktrin kapitalis seperti itu yang banyak di
terapkan di zaman kebingungan ini. Beranjak dewasa, anak-anak di desaku mulai
merasakan persaingan social, bahkan sebelum beranjak dewasa, dimana di sekolah
dasar mereka terlihat adanya persaingan, yang pintar dapat tindakan social yang
lebih, yang bodoh semakin terasingkan, sangat terlihat persaingan seperti itu
menyebabkan strata-strata social mulai dari kecil.
Dijenjang
yang lebih tinggi nilai persainganya semakin radikal, kenapa ? pemikiran para
remaja tidak stabil, atau mengalami kebingungan, dengan diberikan
pemikiran-pemikiran baru, kebanyakan langsung dia ikuti tanpa berpikir dua
kali. Mereka yang bingung menyebabkan permusuhan antar kelompok-kelompok.
Kelompok satu berpandangan “A” sedangkan kelompok lain berpandangan “B”,
persaingan seperti itu tidak akan berjalan baik sehingga sampai kapanpun akan
terjadipermusuhan, tidak ada yang salah, semuanya merasa paling benar dan
menimbulkan remaja-remaja pembohong. Aku tertarik tentang kutipan suku-suku
pedalaman terdahulu bahwa pendidikan yang tingi akan menimbulkan sifat pembohong,
saling membohongi antar sesama. Kemunafikan merajalela, dimana remaja dengan
predikat pintar akan saling menjatuhkan sesamanya, dengan kepintaran mereka,
selain untuk mencari uang, mereka menggunakan untuk tipu daya, mulai dari
kemunafikan hingga pada korupsi. Mereka tidak peduli dengan lingkungan yang
baik, mereka justru sering mencari kesalahan-kesalahan dari kelompok lain
mengatasnamakan kepentingan bersama, mecari kebaikan-kebaikan penguasa untuk
menjilat mereka agar terpandang. Maka mereka tidak bisa hidup dengan tenang,
dibingungkan oleh pemikiran anjing.
Pemikiran
persaingan berlanjut ke kehidupan bermasyarakat, yang pintar berkuasa, yang
bodoh hanya dibohongi penguasa. Orang yang bodoh tapi pemikiranya radikal dan
sok pintar akan mencari kesalahan-kesalahan penguasa, menjatuhkan dari
kepemimpinan, atau sampai membunuhnya. Mereka dijadikan alat propaganda oleh
orang-orang pintar berkepentingan untuk melakukanya, setelah mereka sukses
menjalankanya, rasa bertanggungjawab atas tindakanya menghilang dari otaknya,
salah, salah dan salah yang ada di pikiranya tanpa ada solusi terbaik. Jika
diberikan kursi kepemimpinan, orang bodoh justru lupa dengan sifat munafik
pemimpin, mereka lambat laun timbul sikap munafik juga, korupsi, dan lain-lain.
Aku tidak suka melihat orang pintar
munafik, apalagi orang bodoh yang sok pintar, aku seakan mau mengeluarkan isi
otak saya melalui hidung jika melihatnya. Penguasa juga tidak mau disalahkan,
jika ada yang tidak sepaham, maka akan ditinggalkan, diasingkan, diculik, dan
dibunuh diam-diam. Orang bodoh sok pintar juga menganggap tindakanya atas nama
kebenaran, yang tidak sepaham, akan dijatuhkan sampai penguasa tersebut turun
jabatan, kalau tidak puas, mereka akan mengerahkan massa untuk membuat teror-teror
kepada penguasa.
Pemikiran
subjektifku ini memang akan salah jika dipahami oleh orang-orang dari
kelompok-kelompok tersebut. Tapi memang kenyataanya, pemikiranku ini yang
terjadi secara fakta di zaman kebingungan ini. Aku bisa berpikir ini, karena
ayah Sukoco mengajarkanku untuk tidak mencari uang, melainkan mencari ilmu yang
sesuai dengan minatku, berusaha tidak mencari kesalahan kesalahan orang lain
dan juga tidak membenarkan apa yang aku lakukan di kehidupan, sehingga dengan
ajaran ayah ku ini, aku tidak bisa diterima di masyarakat yang berkelompok,
berorganisasi, berkuasa ini. Aku hanya ingin seperti filsuf terdahulu yang
hanya mencari ilmu untuk diriku sendiri, untung-untung pemikiranku ini diterima
satu orang saja yang ada di desaku ini.
Bersambung . . . .
*NB
: Radikalisme adalah suatu paham yang
dibuat-buat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan
sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Sumber
: https://id.wikipedia.org/wiki/Radikalisme
Tidak ada komentar:
Posting Komentar